Ada yang
beda kali ini di Stai Nusantara, Suluruh Civitas Akademika dan Mahasiswa
berkumpul dalam Rangka Halal bihalal. Biasanya Halal bihalal dilakukan setelah
lebaran Idul Fitri, tetapi ini dilakukan setelah Idul Adha.
Yok
mari mengenal Halal bihalal secara singkat.
Tradisi
dan adat istiadat di Indonesia sangat beragam. Sebagian dari tradisi ini masih
asli, sementara yang lain telah berubah karena pengaruh agama. Salah satu
tradisi yang dimasuki adalah Halal Bihalal yang biasa dilakukan setelah lebaran
Idul Fitri. Pada dasarnya, tradisi ini muncul dari inisiatif beberapa ulama
terdahulu sebagai tradisi untuk mengemban amanah keagamaan, yaitu dalam bentuk
silaturahmi.
Tradisi
syawalan memiliki hubungan yang kuat dengan budaya dan agama. Pada awalnya,
tradisi ini lebih ditujukan untuk berkomunikasi dengan orang lain seiring
berjalannya waktu, tetapi kemudian sering digunakan sebagai ajang pertemuan.
Emile
Durkheim dengan Teori “Struktural
Fungsional” berbicara tentang fenomena halal bihalal di Indonesia melalui
konsep solidaritas sosial. Durkheim menekankan betapa pentingnya
solidaritas sosial untuk mempertahankan kohesi sosial dalam masyarakat.
Dalam tradisi halal bihalal, kebiasaan ini menunjukkan solidaritas sosial yang kuat di antara masyarakat Indonesia. Saat halal bihalal, orang berkumpul untuk memaafkan satu sama lain dan memperkuat hubungan sosial mereka. Ini mencerminkan solidaritas sosial yang diungkapkan oleh Durkheim, yaitu ketika anggota masyarakat saling terhubung dan bergantung satu sama lain untuk mempertahankan kesatuan sosial. Dalam hal ini, kegiatan halal bihalal membantu memperkuat solidaritas sosial dalam masyarakat Indonesia.
Halal
bihalal tetap menjadi tradisi yang berkembang hingga hari ini. Halal bi halal
juga berkembang menjadi acara “open house”, di mana orang diundang ke
rumah atau instansi untuk bersilaturahmi. Namun, selama pandemi, open house
ditiadakan dan Halal bi halal dilakukan secara online. Halal bihalal adalah
tradisi asli Indonesia yang tidak ditemukan di negara lain.
Apa
sejarah Halal bihalal dan apa artinya?
Makna
Halal Bihalal
Halal bihalal, meskipun terdengar seperti berasal dari bahasa Arab, sebenarnya berasal dari kata serapan “halal” dengan sisipan “bi”, yang berarti “dengan” di antara “halal”. Namun, itu bukan berasal dari Arab. Itu adalah tradisi Indonesia. Kamus Besar Bahasa Indonesia bahkan memasukkan istilah Halal bi halal ke dalamnya. Halal bihalal dalam KBBI berarti meminta maaf setelah berpuasa Ramadan, biasanya diadakan di sebuah tempat (auditorium, aula, dan sebagainya) oleh sekelompok orang. Halal bihalal juga dapat digunakan untuk bersilaturahmi.
Konsep
Halal Bihalal Versi Pertama
Istilah Halalbihalal berasal dari kata “alal behalal” dan “halal behalal”, yang pertama kali muncul dalam kamus Jawa-Belanda Dr. Th. Pigeaud pada tahun 1938. Alal behalal dalam kamus ini berarti dengan salam (datang, pergi) untuk (memohon maaf atas kesalahan kepada orang tua atau orang lain setelah puasa (Lebaran, Tahun Baru Jawa), sementara halal behalal berarti dengan salam (datang, pergi) untuk (saling memaafkan satu sama lain di waktu Lebaran).
Istilah Halal
bihalal berasal dari pedagang martabak India di Taman Sriwedari Solo
dari tahun 1935 hingga 1936. Masyarakat Indonesia pada saat itu menganggap
martabak sebagai makanan baru. Pedagang martabak, yang dibantu oleh pembantu
lokal, kemudian menggunakan frase “martabak Malabar, halal bin halal, halal
bin halal” untuk mempromosikan produknya. Istilah “halal bihalal”
mulai digunakan oleh orang-orang Solo sejak saat itu.
Istilah
ini kemudian digunakan oleh masyarakat untuk menyebut hal-hal seperti pergi ke
Sriwedari di hari Lebaran atau bersilaturahmi di hari Lebaran. Kemudian,
Halal bihalal berkembang menjadi acara silaturahmi dan bermaaf-maafan saat
Lebaran.
Halal bihalal tidak bisa diartikan secara harfiah dan satu persatu antara halal, bi, dan halal. Istilah ‘halal’ berasal dari kata ‘halla’ dalam bahasa Arab, yang mengandung tiga makna, yaitu halal al-habi (benang kusut terurai kembali); halla al-maa (air keruh diendapkan); serta halla as-syai (halal sesuatu).
Ketiga makna Halal bihalal di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa makna halal bihalal adalah kekusutan, kekeruhan atau kesalahan yang selama ini dilakukan dapat dihalalkan kembali. Artinya, semua kesalahan melebur, hilang, dan kembali sedia kala.
Tradisi
Halal bihalal Berlangsung Sejak Zaman Mangkunegara I.
Tradisi
yang mirip dengan Halalbihalal diperkirakan sudah ada sejak masa Mangkunegara
I, juga disebut sebagai Pangeran Sambernyawa. Saat itu, setelah salat
Idulfitri, Pangeran Sambernyawa mengadakan pertemuan antara raja dan para
punggawa dan prajurit secara bersamaan di balai istana untuk mengurangi waktu,
tenaga, pikiran, dan biaya.
Pada pertemuan ini, ada kebiasaan untuk sungkem atau memaafkan satu sama lain. Semua tentara dan punggawa melakukan sungkem dengan tertib kepada raja dan permaisuri. Organisasi Islam kemudian meniru tindakan Pangeran Sambernyawa dengan istilah halal bihalal.
Oleh
karenanya tradisi Halal bihalal setelah lebaran ini harus kita lestarikan
karena bisa menghubungkan kembali silaturahim yang terputus dan kesalahan yang
melebur bisa kembali sedia kala atau dihalalkan kembali.
Penutup:
Lontong khas Aceh